KEWENANGAN PERADILAN AGAMA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI’AH
Kata Kunci:
Penyelesaian Sengketa, Ekonomi Syariah, Kewenangan Peradilan Agama.Abstrak
Semakin berkembang ekonomi syari’ah dan aktifitas bisnis lainnya menyebabkan kemungkinan jumlah sengketa yang terjadi akan terus meningkat. Sengketa bisnis adalah hal yang lumrah terjadi, namun terdapat berbagai upaya dalam menyelesaikan perselisihan tersebut. Dalam hal ini, perselisihan dalam sengketa ekonomi syari’ah dapat dilakukan dengan dua acara yaitu secara litigasi maupun non litigasi. Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Amandemen Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Jo. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang berisi perluasan kewenangan Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Pada praktiknya terjadi adanya dualisme hukum terkait lembaga manakah yang lebih berhak untuk mengadili sengketa ekonomi syari’ah. Adapun hasil penelitian ini ditemukan bahwa berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 tahun 2008 tersebut mempertegas keberadaan pengadilan agama dalam eksekusi putusan Badan Arbitrase Syari’ah Nasional sekaligus menangani dan memutus perkara ekonomi syariah. Sehingga kompetensi pengadilan Agama untuk memutus perkara ekonomi syari’ah menjadi kompetensi absolut karena didukung dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama Pasal 49 Ayat (2), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan syari’ah Pasal 55, dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syari’ah Nasional.