SISTEM PENGELOLAAN HARTA WAKAF DI KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KOTA BANDA ACEH
Kata Kunci:
Sistem, Pengelolaan, Harta WakafAbstrak
Persoalan wakaf merupakan persoalan yang memang harus ditangani dengan baik di Aceh, mengingat Aceh dengan Qanunnya telah menetapkan ketetapan yang sangat rinci mengenai persoalan wakaf, oleh sebab itu di Banda Aceh yang merupakan ibu kota Provinsi dan juga daerah yang sangat berdampak akibat Tsunami 2004 perlu sisitem yang sangat baik untuk mengelolanya, apa lagi harta-harta peninggalan Tsunami sangat banyak di temukan di Kota Banda Aceh. Untuk membuta penelitian ini lebih terarah, penulis memilih pendekatan penelitian lapangan (Qualitative Research). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sangat sulit untuk mengelola harta wakaf di sebabkan karena tidak adanya lagi ahli waris yang telah mewariskan tanahnya, dengan berbagai macam sebab, mengingat musibah Tsunami yang melanda Aceh 24 Desember 2004 lalu, sehingga ahli waris banyak yang telah meninggal, mengakibatkan harta tersebut belum ada sertifikatnya, padahal sertifikat tanah ataupun toko yang telah diwarisi perlu dibuat agar tidak terjadi semacam dijual dan sebagainnya. Dengan kejadian seperti ini maka pada akhirnya tujuan dari wakaf tidak tercapai secara maksimal. Ada pun sistem pembinaan nazir di Kantor Kementerian Agama Kota Banda Aceh dilakukan pembinaan oleh Kementrian Agama Kota Banda Aceh, dan pembinaan tersebut tidaklah semua nazir ikut serta, namun dilakukan dalam tiga tahap barulah semua nazir di Kota Banda Aceh dapat dibina, mengingat anggaran yang sangat kurang dan tergantung dari dana DIPA dan prosesnya pun memakan waktu yang lama, hal ini menjadi sedikit keterlambatan untuk membina nazir di Kota Banda Aceh. Tantangan yang dihadapi Kantor Kementerian Agama Kota Banda Aceh dalam mengelola harta wakaf yang paling sulit dirasakan oleh Kementrian Agama Kota Banda Aceh adalah penempatan orang-orang yang memakai tanah wakaf tanpa menyadari bahwa tanah tersebut bukanlah miliknya dan yang parah lagi sampai sempat dijual, yang semua dokumen untuk menggugat tidak adalagi, hal inilah yang menjadi tantangan besar yang harus dipecahkan oleh Kementrian Agama Kota Banda Aceh.