Mahar Musamma dan Mahar Mitsil dalam Pelaksanaan Perkawinan
Kata Kunci:
Perkawinan, Mahar, Mazhab dan Akad.Abstrak
Diantara perlindungan yang baik dari Islam dan penghormatannya terhadap perempuan adalah Islam memberinya hak kepemilikan. Sebab, pada masa jahiliyah, perempuan menjadi pihak yang tertindas haknya dan teraniaya dalam pergaulannya. Islam hendak menjauhkan sisa-sisa sistem jahiliyah mengenai urusan wanita dan mas kawinnya. Mahar adalah pemberian suka rela yang merupakan simbol dari ketulusan, kejujuran, dan komitmen seorang laki-laki dalam menikahi seorang perempuan. Pemberian mahar kepada calon istri wajib, pernikahan tanpa menyebutkan mahar “Pernikahan Tafwidh” hukumnya sah, kelalaian menyebut jenis dan jumlah pada waktu akad nikah, tidak menyebabkan batalnya perkawinan. Para ulama mazhab sepakat bahwa mahar bukanlah salah satu rukun akad, tetapi merupakan salah satu konsekuensi adanya akad, karena itu, akad nikah boleh dilakukan tanpa menyebut mahar. Para Ulama mazhab sepakat bahwa tidak ada jumlah maksimal dalam mahar, akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang batas minimalnya. Mahar boleh dibayarkan pada awal (sebelum menggauli) atau diakhirkan (setelah menggauli), sebagaimana ia juga boleh dibayar pada awal sebahagian dan diakhirkan sebahagiannya lagi. Mahar boleh diakhirkan dengan dua syarat, hendaklah tempo yang akan dibayarkan diketahui, dan jangan terlau lama dalam menangguhkan pembayarannya. Mahar ada dua macam, mahar musamma dan mahar mitsil. Mahar musamma adalah mahar yang disepakati oleh pengantin laki-laki dan perempuan yang disebutkan dalam redaksi akad. Sedangkan mahar mitsil adalah mahar yang seharusnya diberikan kepada perempuan yang biasa diterima oleh perempuan-perempuan selainnya yang sepadan dengannya, baik dari segi usia, kecantikan, harta, akal, agama, kegadisan, kejandaan, maupun negerinya ketika akad nikah dilangsungkan.